Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) masih menyatakan status Gunung Sinabung Siaga Level III, belum Awas. PVMBG hanya meminta radius tiga kilometer dari kepundan wajib dikosongkan.
Namun, karena panik dan debu tebal mengguyur desa, warga yang tinggal di radius enam kilometer dari kepundan, seperti Desa Sukandendi, Kecamatan Namanteran, memilih mengungsi. Jumlah pengungsi saat ini lebih dari 12.000 jiwa.
"Anak-anak tak tahan abunya," kata Roma Sembirng (40), warga desa yang mengungsi bersama sepuluh anggota keluarga menggunakan lima mobil. Meski panik, mereka mengaku belajar banyak dari letusan Gunung Sinabung tahun 2010.
"Kami tak lagi tidur di kamar, tetapi di ruang depan, sehingga kalau terjadi sesuatu, cepat bergerak," kata Andre Sitepu. Kunci pintu dibiarkan dipasang di pintu. Keluarga itu bahkan menyiapkan kopor berisikan pakaian untuk mengungsi sewaktu-waktu. Surat-surat berharga juga sudah disimpan dalam satu tas. Saat mengungsi Selasa (17/9) lalu, tas-tas itu diangkut, dimasukkan ke mobil.
Sebelum 2010, banyak warga Kecamatan Naman Teran dan Kecamatan Simpang Empat yang tak punya kendaraan. Setelah letusan 2010, warga seolah merasa wajib punya kendaraan mobil atau sepeda motor untuk mengungsi jika Sinabung meletus kembali.
Mereka mengusahakan kendaraan dengan berbagai cara, termasuk menjual sebagian lahan pertanian. Maklum, sebagian warga yang tinggal di lereng Gunung Sinabung adalah petani sayur.
Berkah abu Gunung Sinabung juga sudah dirasakan. Lahan pertanian subur, hasil petani meningkat. Sebelum Gunung Sinabung meletus, hasil kentang hanya sekitar enam ons per batang. Setelah gunung meletus, hasil panen 800 batang kentang mencapai dua ton. "Memang banyak untungnya dari pada ruginya," kata Ruben Torong (32).
Gunung Sinabung di Kabupaten Karo, Sumatra Utara, meletus pada pukul 02.51 WIB, Minggu (15/9) lalu. Hingga Rabu malam (18/9), pengungsi terus bertambah hingga lebih dari 14.000 orang, melebihi jumlah pengungsi pada tahun 2010.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar